PENGARUH CAMPURAN LIMBAH BETON DAUR ULANG DAN SEMEN POZZOLAN TERHADAP KUAT TEKAN BETON

 



BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Beton adalah bahan bangunan yang paling umum di dunia. Selain itu, permintaan akan infrastruktur baru meningkat seiring bertambahnya populasi diseluruh dunia meningkat. Beton terbuat dari sumber daya alam dalam bentuk agregat, karena permintaan beton struktur semakin meningkat mengakibatkan ketersediaan bahan di alam semakin terbatas. Agregat alami sangat jarang diperoleh di lingkungan perkotaan sehingga menambah jarak antara sumber agregat alam dan lokasi konstruksi. Proses penambangan batu untuk keperluan pembuatan beton dapat merusak lingkungan alam dan polusi udara karena menghasilkan debu.

Mengingat kerusakan alam yang dapat ditimbulkan maka perlu dilakukan pengolahan sampah dan limbah termasuk dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan dan menjadi sebuah isi yang semakin penting alam masyarakat saat ini. Akibatnya, sekarang terdapat konsep baru untuk pengolahan limbah yaitu dari sumber sisa sebagai masalah menjadi peluang untuk menjaga kelestarian alam. Dikarenakan masalah tersebut sangat penting, maka pembongkaran konstruksi limbah biasanya digunakan sebagai agregat beton baru. Meningkatnya timbunan limbah merupakan alasan penggunaan bahan limbah konstruksi sebagai sumber agregat. Dengan beton merupakan salah satu limbah utamanya dan dapat menjadi agregat yang disebut Recycled Agregate Concrete (RAC) sebagai produk sampingannya. RAC ini akan digunakan sebagai agregat halus dalam pembuatan beton dan agregat halus akan ditambahkan pasir pozzolan (Pz).

Berdasarkan artikel pada SerambiNews, Aceh telah mengekspor Pz ke Bangladesh dan Sri Lanka. Dengan karakteristik yang dimiliki Pz dan harga yang terjangkau maka penggunaan Pz sebagai agregat halus campuran beton menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan mutu beton. Pz memberikan pengaruh terhadap kuat tekan papercrete (beton kertas), peningkatan penggunaan Pz dengan varasi yang berbeda dapat menyebabkan penurunan berat volume dan berat jenis pada umur beton 28 hari. Beton kertas yang dihasilkan dengan 70% Pz dapat dikategorikan sebagai beton ringan dengan kekuatan menengah. Pz juga telah digunakan untuk pembuatan mortar sebagai pengganti sebagian semen komposit, dengan peningkatan kuat tekan mortar hingga 11,25 MPa pada 20% penggunaan Pz. Penelitian - penelitian sebelumnya tentang Pz sebagai agregat halus, menyebutkan bahwa penggunaan Pz sebagai agregat halus dapat meningkatkan kuat tekan beton sehingga pada persentase yang sesuai dapat menghasilkan beton dengan nilai kuat tekan yang diharapkan.

1.2       Perumusan Masalah

Bardasarkan penelitian sebelumnya, maka dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:

a.                Pengaruh limbah beton daur ulang dan pasir pozzolan terhadap kuat tekan

a.                Pengaruh limbah beton daur ulang dan pasir pozzolan sebagai agregat halus terhadap kuat tekan beton dengan persentase RAC : Pz adalah 25% : 75% ; 50% : 50% dan 75% : 25% untuk masing-masing campuran.

b.               Campuran yang paling optimum adalah campuran yang menghasilkan beton dengan nilai kuat tekan yang tinggi.

1.3       Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  •       Mengetahui pengaruh pencampuran limbah daur ulang beton dan pasir pozzolan terhadap kuat tekan beton normal.
  •      Mengetahui campuran persentase optimum yang digunakan untuk pembuatan beton dari 3 jenis campuran dengan persentase RAC : Pz adalah 25% : 75% ; 50% : 50% dan 75% : 25% untuk masing-masing campuran.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    •                 Dapat mengurangi dampak lingkungan akibat eksploitasi alam dengan penggunaan limbah konstruksi sebagai agregat halus pada beton normal.
    •               Menambah nilai guna limbah konstruksi sebagai bahan agregat halus beton normal.
    •                 Menjadi referensi desain campuran yang optimum untuk beton menggunakan agregat halus limbah daur ulang dan pasir pozzolan dengan persentase RAC : Pz adalah 25% : 75% ; 50% : 50% dan 75% : 25% untuk masing-masing campuran.

1.4       Rencana Metodologi Penelitian

Berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat, penelitian ini akan mengkaji kuat tekan beton dengan campuran agregat halus dengan persentase RAC : Pz adalah 25% : 75% ; 50% : 50% dan 75% : 25%. Benda uji akan dibuat berbentuk silinder dengan standar SNI-T-15-1990-03 dan kuat tekan yang direncanakan sebesar 25 MPa. Kemudian adukan beton akan diuji slump dengan nilai slump yang digunakan yaitu 7,5-10 cm dan pengujian dilakukan pada usia beton 7 dan 28 hari.

1.5       Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan bahan dan alat, perencanaan dan pemeriksaan adukan beton, pembuatan dan perawatan benda uji, pengujian tekan benda uji dan pengambilan data kuat tekan beton. Nilai slump yang digunakan yaitu 7,5-10 cm.

1.6       Target Hasil Penelitian

            Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi penggunaan RAC dan Pz pada beton normal dan juga diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan yang bersumber dari alam yang berpotensi merusak alam tersebut.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

 Teori-teori yang mendukung permasalahan dalam penelitian disajikan dalam bab ini. Teori-teori tersebut dikutip dari hasil penelitian terdahulu dan pendapat para ahli serta dari referensi-referensi yang ada.

2.1       Beton

Ajagbe, Tijani dan Agbede (2018) menyatakan bahwa beton didefinisikan sebagai campuran dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah (admixture atau additive). Beton sebagai campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk massa padat (SNI 03-2847-2002). Widodo (2017) berpendapat bahwa beton yang baik adalah yang setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian pula halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun jumlahnya hanya 7-15% dari campuran. Beton dengan jumlah semen yang sedikit (sampai 7%) disebut beton kurus (lean concrete), sedangkan beton dengan jumlah semen yang banyak disebut beton gemuk (rich concrete). Penggunaan beton saat ini tidak hanya pada ruang lingkup struktur saja, akan tetapi bisa juga digunakan untuk non struktur. Banyak komponen non struktur bangunan yang terbuat dari beton misalnya, dinding, kolom praktis, perabot rumah, maupun berbagai macam hiasan. Penggunaan beton pada komponen non struktur tentulah berbeda dengan struktur dimana komposisi di desain sedemikian rupa untuk menghasilkan beton dengan nilai estetika maupun dari segi ekonomi yang lebih.

2.1.1    Beton Segar

Kosmatka, Kerkhoff, dan Panarese, (2003) juga menyatakan bahwa beton segar yang baik adalah beton segar yang dapat diaduk, dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek. Beton (beton keras) yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil). Pada tiap-tiap pengolahan beton segar ini sangat diperhatikan agar bahan-bahan campuran tetap kompak dan tercampur merata dalam seluruh adukan. Sifat pada beton segar perlu diketahui karena dapat mempengaruhi kualitas dari beton yang sudah mengeras. Penanganan pada waktu beton masih segar sangat diperlukan karena sifat beton segar sangat mempengaruhi kerasnya beton. Maka dari itu beton segar perlu dilakukan beberapa pengujian, agar beton yang mengeras memliki sifat yang diharapkan.

2.1.2    Sifat Fisik Beton Segar

     Sifat fisik beton segar adalah kemuduhan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation) dan pemisahan air (bleeding).

1.               Workability

Salah satu sifat beton sebelum mengeras (beton segar) adalah kemudahan pengerjaan (workability). Workability adalah tingkat kemudahan pengerjaan beton dalam mencampur, mengaduk, menuang dalam cetakan dan pemadatan tanpa homogenitas beton berkurang dan beton tidak mengalami bleeding (pemisahan) yang berlebihan untuk mencapai kekuatan beton yang diinginkan.

Workability akan lebih jelas pengertiannya dengan adanya sifat-sifat berikut:

a.      Mobility adalah kemudahan adukan beton untuk mengalir dalam cetakan.

b.     Stability adalah kemampuan adukan beton untuk selalu tetap homogen, selalu mengikat (koheren), dan tidak mengalami pemisahan butiran (segregasi dan bleeding).

c.      Compactibility adalah kemudahan adukan beton untuk dipadatkan sehingga rongga-rongga udara dapat berkurang.

d.     Finishibility adalah kemudahan adukan beton untuk mencapai tahap akhir yaitu mengeras dengan kondisi yang baik.

Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat workability antara lain:

a.      Jumlah air yang digunakan dalam campuran adukan beton. Semakin banyak air yang digunakan, maka beton segar semakin mudah dikerjakan.

b.     Penambahan semen ke dalam campuran juga akan memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan bertambahnya air campuran untuk memperoleh nilai fas tetap.

c.      Gradasi campuran pasir dan kerikil. Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan, maka adukan beton akan mudah dikerjakan.

d.     Pemakaian butir-butir batuan yang bulat mempermudah cara pengerjaan beton.

e.      Pemakaian butir maksimum kerikil yang dipakai juga berpengaruh terhadap tingkat kemudahan dikerjakan.

f.      Cara pemadatan adukan beton menentukan sifat pengerjaan yang berbeda. Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan

2.               Segregasi

Kosmatka, Kerhkoff dan Panarese (2003) menyebutkan salah satu hal penting untuk meningkatkan kemapuan kerja beton adalah segregasi, beton harus mampu saling terikat antara satu bahan dengan bahan lainnya dan tidak boleh terpisah selamana penanganan. kecenderungan terlepasnya agregat kasar dan halus dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil pada beton akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

a.      Campuran kurus dan kurang semen

b.     Terlalu banyak air

c.      Ukuran maksimum agregat lebih dari 40 mm

d.     Permukaan butir agregat kasar yang terlalu kasar

Kecenderungan terjadinya segresi ini dapat dicegah jika:

a.      Tinggi jatuh diperpendek

b.     Penggunaan air sesuai dengan syarat

c.      Cukup ruangan antara batang tulangan dengan acuan

d.     Ukuran agregat sesuai dengan syarat

e.      Pemadatan baik

3.               Bleeding

Bleeding adalah pengeluaran air dari adukan beton yang disebabkan oleh pelepasan air dari pasta semen. Sesaat setelah dicetak, air yang terkandung di dalam beton segar cenderung untuk naik ke permukaan. Akibat dari peristiwa ini:

a.      Bagian atas lapis terlalu basah, yang akan menghasilkan beton berpori dan lemah.

b.     Air naik membawa serta bagian-bagian inert dan semen yang membentuk lapis buih semen (laintace) pada muka lapis (merintangi lekatan pada lapis kemudian, maka harus dihilangkan).

c.      Air dapat berkumpul dalam-dalam krikil-krikil dan baja tulangan horizontal, hingga menimbulkan rongga-rongga besar.

Cara mengurangi bleeding digunakan cara sebagai berikut:

a.      Jumlah air campuran yang tidak melebihi kebutuhan untuk mencapai workability.

b.     Campuran dengan semen lebih banyak.

c.      Jenis semen yang butir-butirnya lebih halus.

d.     Bahan batuan bergradasi lebih baik.

e.      Pasir alam yang agak bulat-bulat dengan persentase butir halus lebih besar.

f.      Zat tambah guna perbaikan gradasi bahan batuan (terkadang digunakan bubuk Aluminium, yang menyebabkan pengembangan sedikit pastanya, guna mengimbangi susut oleh pengeluaran air).


2.2 Kekuatan Beton

Ajagbe, Tijani dan Agbede (2018) juga menyatakan kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas. Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan terhadap benda uji silinder ataupun kubus pada umur 28 hari yang dibebani dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimum didapat dari pengujian dengan menggunakan alat compression testing machine.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton, yaitu:

a.                Faktor air semen (FAS) merupakan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah semen dalam suatu campuran beton. Fungsi FAS, yaitu:

1.  Untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan.

2.     Memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton (workability)

Semakin tinggi nilai FAS, mengakibatkan penurunan mutu kekuatan beton. Namun nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Umumnya nilai FAS yang diberikan minimum 0,4 dan maksimum 0,65, Wallah dan Winda (2015) menyebutkan bahwa optimum nilai FAS adalah pada 0,4 dan 0,5.

b.               Sifat agregat Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperhatikan seperti, serapan air, kadar air agregat, berat jenis, gradasi agregat, modulus halus butir, kekekalan agregat, kekasaran dan kekerasan agregat.

c.                Proporsi semen dan jenis semen yang digunakan Berhubungan dengan perbandingan jumlah semen yang digunakan saat pembuatan mix design dan jenis semen yang digunakan berdasarkan peruntukkan beton yang akan dibuat. Penentuan jenis semen yang digunakan mengacu pada tempat dimana struktur bangunan yang menggunakan material beton tersebut dibuat, serta pada kebutuhan perencanaan apakah pada saat proses pengecoran membutuhkan kekuatan awal yang tinggi atau normal.

d.               Bahan tambah Bahan tambah (additive) ditambahkan pada saat pengadukan dilaksanakan. Bahan tambah (additive) lebih banyak digunakan untuk penyemenan (cementitious), jadi digunakan untuk perbaikan kinerja. Menurut standar ASTM C 494/C494M – 05a, jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh tipe, yaitu:

a.        water reducing admixtures

b.        retarding admixtures

c.        accelerating admixtures

d.       water reducing and retarding admixtures

e.        water reducing and accelerating admixtures

f.         water reducing and high range admixtures

g.       water reducing, high range and retarding admixtures

2.2.1    Bahan Pembentuk Beton



Shetty (2019) bahan-bahan pembentuk beton yaitu semen, agregat (agregat kasar dan halus) dan air. Semen telah lama digunakan oleh bangsa Mesir, Romawi dan India untk kunstruksi mereka. Dahulu penyemenan menggunakan gypsum yang dibakar, kemudian bangsa Yunani menggunakan aku vulkanik yang dicampur dengan batu kapur dan pasir menghasilkan mortar dengan kekuatan dan daya tahan yang lebih baik. Abu vulkanik mengandung silika atau biasa disebut pozzolana. John Smeaton (1756), akhirnya menyimpulkan bahwa campuran batu kapur dan pozzolan memiliki kandungan tanah liat yang dapat meningkatkan sifat mortar sehingga penggunaan material ini popular untuk waktu yang lama. Jenis semen ini digunakan sampai tahun 1850 hingga akhirnya tergantikan oleh semen portland. Dalam ASTM (American Society for Testing Materials) semen diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Tipe I: digunakan pada sebagian konstruksi umum (Ordinary Portlan Cement)

b. Tipe II: digunakan pada konstruksi umum yang terkena reaksi sulfat dan panas hidrasi sedang.

c. Tipe III: digunakan pada kekuatan awal yang tinggi diperlukan (Rapid Hardening Cement)

d. Tipe IV: digunakan ketika hidrasi panas rendah diperlukan (Low Heat Cement)

e. Tipe V: digunakan ketika ketahanan sulfat tinggi diperlukan (Sulphate Resisting Cement)

Ordinary Portland Cement (OPC) diklasifikasikan menjadi tiga kelas berdasarkan kekuatan semen pada hari 28 usia semen pengujian. Jika kekuatan semen < 33 N/mm2 maka grade sement tersebut adalah grade 33, jika < 43 N/mm2 disebut grade 43 dan jika <453 N/mm2 disebut grade 53.

Agregat merupakan bahan penting untuk penyusunan beton, pengisi beton serta untuk mengurasi penyusutan. 70-80 % volume beton diisi oleh agregat, hal itu berpengaruh terhadap karakteristik dan sifat beton. Oleh karena itu agregat memiliki peranan enting untuk menuntukan kekuatan beton yang dihasilkan. agregat dikategorikan menjad dua jenis yaitu agregat alam dan agregat buatan. Pasir dan bebatuan merupan agregat yang berasal dari alam, sedangkan limbah bangunan dan fly ash adalah agregat buatan. agregat juga dapat dikategorikan berdasarkan ukurannya. agregat dengan ukuran <4,75 mm disebut agregat halus dan jika ukurannya >4,75 mm maka disebut agregat kasar. Selain itu, bentuk agregat adalah karakteristik yang penting yang berpengaruh terhadap workability beton. sangat sulit untuk mengukur bentuk yang tidak beraturan dari bebatuan sebagai agregat beton. bentuk agregat juga sangat dipengaruhi oleh crusher dan rasio reduksi material.

Agregat yang digunakan untuk penyusun beton normalnya berukuran maksimum 80 mm, 40 mm, 20 mm, 10 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 600 mikron, 300 mikron dan 150 mikron. ppecahan agregat dengan ukuran 80 – 4,75 mm merupakan agregat kasar dan pecahan agregat berukuran 4,75 mm - 150 mikron merupakan agregat halus. Penyeragaman ukuran agregat dilakukan dengan sieving yaitu penyaringan dengan grade tertentu untuk menghasilkan ukuran agregat yang dibutuhkan.

Air adalah bahan yang sangat penting untuk mrmberikan reaksi kima pada semen secara aktif dan membantu untuk membentuk kekuatan gel semen, sehingga kualitas dan kuantitas air harus sangat diperhatikan dalam pembutan beton. Air minum biasanya cocok untuk pembuatan beton, spisifikasi air untuk pembuatan beton dapat dilhat dari pH air. Apabila pH antara 6 dan 8 dan air tersebut terbebas dari pengotor organik maka air tersebut dapat digunakan. Terkadang air tidak sesuai untuk pembuatan beton, sehingga kualitaas air harus diperiksa.

2.2.2    Analisa Saringan

         

Menurut (Malewski, 2017), analisa saringan merupakan cara paling umum yang digunakan untuk menentukan distribusi ukuran agregat. Kualitas penyaringan ditentukan oleh efisiensi pemisahan pada tiap saringan. Efektivitas pemisahan tergantung pada beberapa faktor seperti beban ayakan, ukuran sampel, amplitudo dan frekuensi getaran alat ayakan. Pengukuran ukuran butiran agregat dilakukan dengan alat ayakan yang ukurannya sudah ditentukan (Tjokrodimuljo, 2010).

Fineness Modulus (modulus kehalusan) agregat adalah angka empiris yang diperoleh dengan menjumlahkan total persentase sampel yang tertahan pada setiap saringan dan membaginya dengan 100. Analisa saringan akan menunjukkan modulus kehalusan untuk kerikil dan pasir. Berdasarkan SNI-T-15-1990-03 membagi 4 jenis pasir yaitu pasir kasar, pasir tengah, pasir ringan dan pasir halus (Hamdani). Mulyono (2004) pada umumnya agregat halus mempeunyai kehalusan 1,50-3,80 sedangkan kerikil kehalusan 5-8. Dengan menganalisa Analisa saringan tersebut dapat diketahui apakah agregat tersebut merupakan material yang baik untuk pembentuk beton, yang syaratkan sesuai dengan pembagian daerah susunan butiran pada (SK.SNI T-15-1990-03) yang tercantum pada gambar 2.1.

Susunan butiran terdiri dari 4 daerah susunanan yaitu:

(1) Daerah yang tidak baik, juga di perlukan terlalu banyak semen dan air.

(2) Daerah baik, teatpi diperlukan lebih banyak semen dan air.

(3) Daerah yang sangat baik

(4) Daerah tidak baik untuk susunan diskontinu.

Untuk mendapatkan daerah susunan agregat campuran dengan cara mengabungkan agregat kasar dan agregat halus, sehingga dapat ‘dilihat susunan agregat yang di teliti, untuk mendapatkan susunan agregat yang baik dilakukan beberapa kali campuran karna gradasi yang baik sangat dulit untuk di dapatkan.

 2.3       Sifat-Sifat Fisis Agregat

            Agregat menempati kira-kira 70% volume beton, sebagai bahan pengisi agregat sangat berpengaruh terhadap kekuatan beton sehingga pemilihan agregat meruapakan suatu bagian penting dalam pembuatan beton.

2.3.1    Kadar Air

            Agregat akan menyerap sejumlah air tergantung pada porositasnya. Kadar air dihitung pada agregat dalam keadaan kering, permukaannya kering atau saat basah. Kadar air bebas adalah kadar air total yang terserap permukaan agregat yang tertahan pada partikel agregat.

            Kadar air sangat mudah dilakukan dengan metode pengeringan. Hal ini dilakukan dengan mengukur penurunan berat agregat sebelum dan sesudah pengeringan dalam oven.

2.3.2    Berat Jenis dan Absorsi

            Dalam pembuatan beton, berat jenis agregat digunakan untuk mendesain perhitungan campuran beton. Dengan mengetahui berat jenis semua bahan maka beratnya dapat dikonversikan ke volume padat dan dapat dihitung berat isi agregat. Berat jenis agregat juga diperlukan untuk menghitung faktor pemadatan sehubungan dengan pengukuran workability beton. Hal ini juga sejalan dengan berat dan ringan beton yang akan dibuat. Rata-rata berat jenis batu pecah yang disarankan (Troxell, 1968) berkisar antara 2,5-2,8 dan untuk pasir 2,0-2,6.

            Absorbsi adalah persentase perbandingan antara berat air yang diserap agregat pada keadaan jenuh air kering permukaan terhadap berat agregat dalam keadaan kering oven.

2.3.3    Berat Isi dan Porositas

            Berat isi menunjukkan seberapa padat agregat saat mengisi volume beton. Kepadatan ini tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Semakin tinggi nilai kepadatan maka semakin rendah kandungan rongga yang akan diisi semen dan pasir. Agregat dengan rongga yang minimum atau dengan kepadatan yang tinggi dipilih sebagai agregat yang tepat untuk membuat campuran beton. Menentukan berat isi diperlukan untuk menentukan rongga kosong dalam agregat.

            Untuk menentukan berat isi, agregat diisi kedalam wadah dan kemudian dipadatkan dengan cara yang standar. Berat agregat memberikan perhitungan berat isi dalam satuan kg/L atau kg/m3. Berat isi agregat berdasarkan ketentuan yang disarankan oleh Orchard (1979) yang baik >1,445 kg/L dan menurut Troxell (1968) untuk agregat kasar >1,560 kg/L dan untuk pasir >1,400 kg/L.

2.4       Pengujian Kuat Tekan Beton

Ayub, Khan dan Memon (2014) menyatakan bahwa performa beton dapat diukur dari sifat mekaniknya yang meliputi penyusutan, kuat tekan, kuat tarik dan modulus elastisitas. Namun, kuat tekan beton adalah karakteristik yang paling utama dan dapat diasumsikan bahwa dengan meningkatnya nilai kuat tekan beton maka akan meningkatkan juga sifat mekanik beton tersebut. menyebutkan bahwa kekuatan beton yang dihasilkan dipengaruhi oleh:

a.                Rasio semen terhadap air

b.               Rasio semen terhadap agregat

c.                Grading, tekstur permukaan, bentuk, kekuatan dari partikel agregat

d.               Ukuran maksimum agregat

Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui kekuatan tekan beton yang direncanakan sesuai atau tidak pada usia beton 28 hari. Pada mesin uji tekan, benda uji akan diletakkan dan diberikan beban sampai runtuh atau pada beban maksimum kerja. Kuat tekan beton dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

Dimana:

P  = gaya maksimum dari mesin uji tekan (N)

 A = luas penampang yang diberi tekanan (mm2)

fc’ = kuat tekan beton (N/mm2)

m = massa beban maksimum (kg)

g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2).


Afriandi (2018) faktor umur beton dapat mempengaruhi kuat tekan beton yaitu semakin bertambahnya umur beton maka kuat tekan beton akan bertambah tinggi juga hal ini berlaku mulai dari beton dicetak. Pada awal pencetakan beton kuat tekan beton akan meningkat dengan cepat, namun seiring berjalannya waktu laju kenaikan kuat tekan beton ini akan melambat. Oleh karena itu terdapat standar kuat tekan beton yaitu pada umur beton 28 hari. Jika beton dengan umur dibawah 28 hari ingin dilakukan pengujian kuat tekan maka hasilnya harus dikonversikan ke umur 28 hari dengan faktor umur beton, seperti ditunjukkan Tabel 2.3. Faktor umur diperlukan untuk mengetahui hasil uji yang dilakukan sesuai dengan rencana awal.


2.5       Pola Retak Yang Terjadi Saat Pengujian Kuat Tekan

            pola retak dapat di lihat setelah di lakukan pengujian kuat tekan, terjadinya pola retak di sebabkan adanya gaya tekan daro atas ke bawah pada saat pengujian benda uji. Pola retak pada beton dapat dibedakan menjadi 5 (SNI, 1974), yaitu:

1.     Pola retak kerucut (Cone);

2.     Pola retal kerucut dan pecah (Cone and split);

3.     Pola retak kerucut dan geser (Cone and shear);

4.     pola retak geser (Shear);

5.     pola retak Columnar

bentuk pola retak lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar 2.2 di bawah ini.

2.6       Pasir Pozzolan

Alchaar and Alkadi (2016) dan Bouyahayaoui et al (2018) seluruhnya berpendapat bahwa pasir pozzolan dihasilkan dari alam yaitu dari hasil sedimentasi gunung berapi yang berbentuk seperti pasir yang berwarna coklat. Pasir pozzolan ini mengandung senyawa silika dan alumina seperti terkandung didalam semen sehingga diharapkan dapat meningkatkan rekatan antar partikel beton.

2.7       Analisa Data Pengujian

Analisa data penelitian dilakukan dengan membandingkan nilai kuat tekan setiap beton, f’c yang dihasilkan dengan penggunaan beton daur ulang dan pasir pozzolan sebagai agregat halus pada beton normal. Campuran yang digunakan yaitu dengan persentase RAC : Pz adalah 25% : 75% ; 50% : 50% dan 75% : 25% untuk masing-masing campuran.

            Kiana dan Saelan (2012) menyatakan bahwa kuat tekan yang digunakan dalam merencanakan beton adalah kuat tekan karakteristik yaitu kuat tekan rencana beton dimana kuat tekan lain yang lebih rendah dari kuat rencana ini sebanyak 5%. Dalam perencanaan campuran beton, standar deviasi atau penyimpangan baku harus ditentukan dahulu, kemudian menentukan tekan rencana rata-rata untuk mencapai kuat tekan karakteristik. Standar deviasi dihitung dengan persamaan berikut:

         



Dimana:

S          = standar deviasi (kg/cm2)

            Xi        = besarnya data ke-i (kg/cm2)

                      = nilai rata-rata dari benda uji (kg/cm2)

            n          = jumlah benda uji

            Menurut (Troxell, 1968) yang di kutip oleh (Ibnu, 2011), Cv adalah koefesien ragam sampel, yang di hitung dengan persamaan 2.7.


Dimana :

            Cv       = koefisien ragam sampel (%);

            S          = deviasi standar (kg/cm²); dan

                     = data rata-rata (kg/cm²).

Klasifikasi untuk mutu pelaksanaan pekerjaan peneletian di laboratorium menurut Troxell, 1968) dalam (Ibnu, 2011) adalah:

            Cv≤5%                        adalah sangat baik.

            5% < Cv ≤ 7%             adalah baik.

            7% < Cv ≤ 10%          sedang.

            Cv > 10%                    kurang baik.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka harus dilakukan dengan metode yang baik pula. Tahapan penelitian ini dimulai dengan studi literatur, persiapan alat dan bahan, perencanaan campuran, pembuatan benda uji, pengujian slump, perawatan benda uji, pengujian kuat tekan beton serta pengambilan data dan analisis data untuk mendapatkan kesimpulan hasil penelitian.





Komentar

Postingan Populer